Senin, 19 Desember 2011

Hukum Udara Nasional Perdata

Hukum perdata diatur dalam kitab undang-undang hukum perdata dan kitab undang-undang hukum dagang, hukum penerbangan juga diatur dalam undang-undang nomor 15 tahun 1992 tentang penerbangan dan asuransi sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 33 tahun 1964 yuncto peraturan pemerintah nomor 17 tahun 1965 beserta peraturan-peraturan pelaksananya.
A.Hukum Perdata Nasional
Hukum transportasi udara di Indonesia mempunyai tanggung jawab yang berlaku dalam pasal 1365, 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Undang-Undang no 15 tahun 1992 tentang penerbangan beserta Peraturan Pemerintah nomor 40 tahun 1995 tentang Angkutan Udara yang kemudian diganti dengan peraturan Pemerintah nomor 3 tahun 2001. Tahun 1939 nomor 100 tentang Ordonansi Pengangkutan Udara.
1.       Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
Tanggung jawab hukum di atur dalam pasal 1365 dan pasal 1367. Pasal 1365 dalam KUH Perdata disebut perbuatan melawan hukum (onrechtsmatigdaan) setiap perubahan melawan hukum yang menimbulkan kerugian terhadap orang lain mewajibkan orang yang karena perbuatannya menimbulkan kerugian itu mengganti kerugian. Secara hukum setiap orang harus bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri yang berarti jika perbuatannya menimbulkan kerugian kepada orang lainmaka orang tersebut harus bertanggung jawab untuk membayar kerugian yang di derita orang tersebut, hal ini ada dalam pasal 1367 KUH Perdata .tanggung jawab hukum yang diatur dalam pasal 1365 KUH Perdata menggunakan prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan. Secara teoretis tanggung jawab ini harus memenuhi unsur, yaitu ada kesalahan,ada kerugian,kerugian tersebut ada hubungannya dengan kesalahan,penggugat sebagai korban membuktikan bahwa tergugat berbuat salah,kedudukan antara penggugat sebagai korban sama dengan kedudukan tergugat yang membuat kesalahan dan semua pihak harus memiliki bukti, jika tergugat tergugat terbukti bersalah dan menimbulkan kerugian maka tergugat wajib membayar kerugian seluruhnya.
Tanggung jawab pengangkut  berdasarkan kesalahan juga terdapat dalam pasal 28 ayat 2.undang-Undang nomor 13 tahun 1992 tentang perkereta apian yang berisi tentang perusahaan kereta api bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh penumpang dengan syarat penumpang harus membuktikan kalau perusahaan perkereta apian melakukan kesalahan.

2.       Undang-Undang Nomor 15 tahun 1992
Tanggung jawab hukum penerbangan diatur dalam pasal 43, 44 dan 48 Undang-Undang No 15 tahun 1992 tentang penerbangan. Pada isi pasal 43 menjelaskan tentang mengatur  tanggung jawab hukum perusahaan penerbangan terhadap penumpang dan/atau pengirim barang. Menurut pasal ini perusahaan penerbangan yang melakukan kegiatan transportasi udara komersial bertanggung jawab atas (a) kematian atau lukanya penumpang yang diangkut (b)musnah,hilang atau rusaknya barang yang di angkut,(c) kelambatan transportasi penumpang dan/atau barang yang diangkut.dalam pasal 43 ayat 1 huruf a dan b menggunakan konsep tanggung jawab hukum praduga bersalah (presumption of liability) sedangkan huruf c berlaku konsep hukum tanggung jawab berdasarkan kesalahan.
Pasal 43 undang-undang nomor 15 tahun 1992 dimaksudkan untuk menggantikan pasal 30 Stb.1939 tentang ordonasi pengangkutan udara
Tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga diatur dalam pasal 44 undang-undang nomor 15 tahun 1992 adalah tanggung jawab praduga bersalah dan menurut pasal ini setiap orang atau badan hukum yang mengoperasikan pesawat udara bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh pihak ketiga yang diakibatkan oleh pengoperasian pesawat udara atau kecelakaan pesawat udara atau jatuhnya benda-benda lain dari pesawat udara. Pihak ketiga adalah orang atau badan hukum yang tidak ada kaitannya dengan pengoperasian pesawat udara.ketentuan pasal 44 undang-undang nomor 15 tahun 1992 berlaku juga pada perusahaan penerbangan dan siapapun yang mengoperasikan pesawat udara. Konsep tanggung jawab hukum yang digunakan pasal 44 adalah tanggung jawab mutlak atau tanggung jawab hukum tanpa bersalah atau strich liability.konsep ini digunakan agar pihak ketiga tidak dapat membuktikan kesalahan perusahaan-perusahaan penerbangan.
Subjek hukum dalam tanggung jawab yang dimaksud dalam pasal 44 nomor 15 tahun 1992 adalah setiap orang atau badan hukum yang dalam pengertian operasional sering disebut operator. Operator adalah perusahaan penerbangan atau orang yang mengoperasikan pesawat udara untuk keperluan sendiri (pribadi) atau individu yang dikenal sebagai penerbangan umum (general aviation)
Berdasarkan ketentuan pasal 43 dan 44 undang-undang nomor 15 tahun 1992 telah dikeluarkan peraturan pemerintah nomor 40 tahun 1995 yang terdiri dari 9 bab dan 49 pasal yang mengatur ketentuan umum,penyelenggaraan angkutan udara, angkutan udara niaga, angkutan udara bukan niaga, tarif, wajib angkut, tanggung jawab pengangkut, dan ketentuan penutup. Tanggung jawab pengangkut diaur dalam pasal 42 sampai dengan pasal 45.

Dokumen Transportasi
Dokumen pengangkutan terdiri dari tiket penumpang (passenger ticket),Pass masuk (boarding pass),  tiket bagasi (baggage ticket), Surat muatan Udara (airwaybill). Tiket penumpang merupakan alat bukti adanya perjanjian antara penumpang dengan perusahaan penerbangan. Namun bilamana tiket hilang atau rusak bukan berarti tidak ada perjanjian pengangkutan, karena alat bukti lainnya, misalnya bukti penerimaan uang oleh perusahaan penerbangan dari penumpang. Ketentuan yang terdapat dalam tiket penumpang, tiket bagasi, dan surat muatan udara sama dengan ketentuan yang terdapat dalam Konvensi Warsawa 1929.tiket adalah alat bukti tanggung jawab hukum perusahaan penerbangan. Perusahaan penerbangan bertanggung jawab tidak terbatas apabila perusahaan penerbangan tidak menyerahkan tiket-tiket tersebut atau tiket tidak berisikan ketentuan-ketentuan yang disebutkan dalam tiket atau tiket rusak atau tiket tidak dapat dibaca sama sekali.
1.      Tiket Penumpang
·         Nomor, Tempat, dan tanggal penerbitan
·         Nama penumpang dan nama pengangkut
·         Tempat, tanggal waktu pemberangkatan dan tujuan pendaratan.
·         Nomer penerbangan (flight number)
·         Tempat – tempat persinggahan dan atau pendaratan.
·         Pernyataan bahwa penggangkut tunduk pada ketentuan UU ini mengacu kepada ganti rugiyang harus di keluarkan.
2.      Pass Masuk
·         Nama Penumpang
·         Waktu keberangkatan
·         Gate number
·         Seat number
·         Nomor penerbangan
·         Jenis Class
3.      Tiket  Bagasi
·         No dan berat bagasi
·         Tempat pemberangkatan dan tempat tujuan
4.      Surat Muatan Udara
·         Tempat dan tanggal surat muatan di buat
·         Tempat pendaratan antara (intermediate Landing) diantara tempat pemberangkatan dengan tempat tujuan
·         Tempat pemberangkatan dan tempat tujuan.
·         Berat, jumlah, besar, ukuran barang yang akan dikirim
·         Nama dan Alamat pengirim
·         No barang, Jumlah, cara pembungkus, tanda – tanda yang tampak dariluar barang
·         Nama dan alamat perusahaan penerbangan yang pertama.
·         Nama dan alamat penerima barang, bila di perlukan.
·         Macam barang yan di anggkut.
·         Suatu pemberitahuan bahwa pengangkutan barang tersebut tunduk pada UU No 1 Tahun 2009 pasal 156.
·         Ada satu kesamaan dalam hal sanksi bilamana pihak pengangkut tidak memberi tiket atau tiket baggasi maka pengangkut tidak berhak menggunakan ketentuan – ketentuan dalam odonasi untuk  berdalih meniadakan atau membatasi tanggung jawab.
·         Tiket penumpang, tanda pengenal bagasi, di buat oleh Airline sedangkan Surat muatan udara dibuat oleh pemilik cargo suratnya asli rangkap 3 di tandatangani.

Tanggung Jawab Hukum
Dalam transportasi udara terdapat tiga macam konsep tanggung jawab hukum yakni:
A.      Tanggung jawab hukum atas dasar kesalahan (based on fault liability)
B.      Tanggung jawab hukum atas dasar praduga bersalah (presumption of liability)
C.      Tanggung jawab hukum tanpa bersalah (liability without fault atau strict liability atau absolute liability)

Tanggung jawab atas dasar kesalahan terdapat dalam pasal 1365 KUH Perdata. Pasal tersebut dikenal sebagai tindakan melawan hukum (onrechtsmatigdaad) yang berlaku umum termasuk transportasi udara. Pasal ini  berbunyi setiap perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian kepada orang lain maka diwajibkan untuk mengganti kerugian yang diderita.
Tanggung jawab atas dasar kesalahan (based on fault liability) harus memenuhi unsur – unsur sebagai berikut :
·         Ada kesalahan
·         Ada kerugian
·         Kerugian tersebut ada hubungannya dengan kesalahan
·         Penggugat sebagai korban membuktikan bahwa tergugat berbuat kesalahan
·         Kedudukan antara penggugat sebagai korban sama dengan kedudukan tergugat yang membuat esalahan dalam arti para pihak mempunyai kemampuan untuk saling membuktikan.
Bilamana terbukti tergugat berbuat salah dan menimbulkan kerugian, tergugat wajib membayar kerugian tidak terbatas dalam arti berapapun kerugiannya harus di bayar seluruhnya.
 Tanggung jawab atas dasar kesalahan (based on fault liability) tidak dapat di terapkan dalam Stb. 1939 – 100, karena kedudukan antara penumpang dengan perusahaan tidak seimbang. Dalam transportasi udara, khususnya perusahaan peerbangan menguasai tekhnologi tinggi, sedangkan penumpang tidak menguasai tekhnologi penerbangan, sehingga apabila penumpang harus membuktikan kesalahan perusahaan penerbangan pasti tidak akan berhasil. Oleh karena itu, sejak tahun 1929 di terapkan tanggung jawab hukum praduga bersalah ( presumption of liability) dalam konvensi Warsawa 1929 di terapkan dalam Stb. 1939 – 100.
Tanggung jawab hukum atas dasar praduga bersalah (presumption of liability), menguntungkan perusahaan penerbangan maupun penumpang. Bagi perusahaan penerbangan keuntungannna adalah jumlah tanggung jawabnya terbatas sehingga terhindar dari tanggung jawab tidak terbatas (unlimited liability). Sementara itu  penumpang dan atau pengirim barang tidak perlu membuktikan kesalahan perusahaan penerbangan, otomatis memperoleh ganti kerugian.
Undang – Undang No 33 Tahun 1964
Pasal  3 Ayat 1 huruf a UU No 33 Tahun 1964 mengatur setiap penumpang yang sah dari pesawat udara perusahaan udara penerbangan nasional wajib membayar iuran wajib melalui perusahaan penerbangan yang bersangkutan untuk menutup kerugian akibat kecelakaan selama penerbangan berlangsung. Iuran wajib tersebut akan digunakan unteuk memberi santunan apabila terjadi kerugian yang menyebabkan kematian atau cacat tetap akibat kecelakaan pesawat udara.
Undang – Undang No 33 Tahun 1964 di atur lebih lanjut dalam PP No 17 Tahun 1965 yang mengatur jumlah iuran wajib, cara pembayarannya, bukti pembayaran, larangan menjual tiket pesawat udara tanpa di sertai pembayaran iuranwajib dana kecelakaan, kewajiban menunjukan kupo bukti pembayaran iuran wajib, pemanfaatan dana sebelum di gunakan untuk membayar santunan, jenis kecelakaan yang harus memperoleh santunan,jenis kecelakaan yang tidak memperoleh santunan atau biaya perawatan, jumlah santunan yang berhak menerima santunan, larangan dan ketentuan sanksi pidana, dan lain- lain

Tidak ada komentar:

Posting Komentar